Menelusuri “Green Canyon” Karawang
KORAN JAKARTA - Sepanjang jalan, khususnya di Kecamatan Pangkalan, terdapat hutan jati dan sawah yang membentang luas.
Curug Ciomas di Kabupaten Karawang memunyai potensi wisata yang cukup tinggi. Namun sayang, curug tersebut belum dieksplorasi secara maksimal. Begitu pula jalan menuju ke lokasi yang rusak.
Jika Anda dan keluarga bosan dengan wisata kota, cobalah beralih ke wisata alam, suasananya akan sangat jauh berbeda. Selain udaranya yang juauh dari polusi, wisata alam menawarkan ketenangan. Cukup banyak wisata alam di Indoneia dan jaraknya tidak begitu jauh dari Ibu Kota. Salah satunya Curug Cimoas yang berada di Kampung Tonjong Roke, Desa Medalsari, Kecamatan Pangkalan, Kabupaten Karawang, Provinsi Jawa Barat.
Jarak tempuh dari Jakarta ke lokasi ini hanya sekitar tiga jam perjalanan dengan kendaraan pribadi. Bila berangkat dari arah Jakarta, keluar di pintu tol Karawang Barat. Perjalanan dilanjutkan menuju Pasar Loji, Kecamatan Tegalwaru. Beberapa meter sebelum Pasar Loji ada pesimpangan, dan kita mengambil arah belok kiri.
Selain melalui jalur Karawang, jalan alternatif lain bisa melewati kawasan Jonggol, Kabupaten Bogor. Lanjut ke Desa Cikutamahi Kecamatan Cariu, Kabupaten Bogor. Kenapa bisa lewat Bogor? Ternyata curug ini berada diperbatasan antara Kabupaten Bogor dan Kabupaten Karawang. Yang menjadi pembatasnya cuma sebuah jembatan, yaitu Jembatan Ciomas.
Bagi yang pertama kali berkunjung ke Curug Ciomas memang sedikit membingungkan. Karena lokasinya berada di pedalaman dan belum ada arah petunjuk menuju ke lokasi. Namun, sebagian besar masyarakat sekitar sudah tahu lokasi air terjun tersebut.
Bagi yang suka wisata alam dan berpetualang, berkunjung ke Curug Ciomas merupakan perjalanan yang menyenangkan. Sepanjang jalan, khususnya di Kecamatan Panggalan, terdapat hutan jati dan sawah yang membentang luas. Selain hutan jati dan sawah, di sekitar ini terdapat Gunung Putri, Gunung Lonjong, dan Gunung Sereal. Kehadiran tiga gunung tersebut menjadi objek tersendiri. Sisi lain, di sepanjang perjalanan terdapat pemandangan yang kurang menyenangan. Sebagian bukit-bukit di pinggir jalan dijadikan sebagai tambang pasir sehingga terlihat gersang.
Meski memunyai potensi wisata, sayang curug ini belum dieksplorasi secara maksimal, termasuk jalan yang sebagian masih banyak yang rusak. Begitu pula dengan publikasi, pemerintah daerah tampaknya belum memperkenalkannya pada publik secara maksimal. Akibatnya, curug wisata ini tidak begitu familiar di telinga masyarakat.
“Green Canyon”
Padahal, keberadaan air terjun ini sudah cukup lama. Sebelum menjadi objek wisata, curug ini dijadikan sebagai tempat mandi oleh masyarakat setempat. Lokasi tersebut dijadikan objek wisata baru beberapa tahun ini. Atas pesona yang dimiliknya, sebagian masyarakat setempat menyebut Curug Ciomas dengan sebutan “Green Canyon Ciomas”. Pasalnya, bentuknya hampir sama dengan Green Canyon Pangandaran yang berada di Desa Kertayasa, Ciamis, Jawa Barat.
Tapi, panjang aliran Sungai Curug Ciomas tidak sepanjang Green Canyon Pangandaran yang bisa diarungi dengan sampan, yang oleh masyarakat setempat disebut ketinting. Panjang aliran Sungai Curug Ciomas sekitar 200 meter, dan ukuran sungainya tak begitu besar.
Tidak seperti sungai biasa yang bagian pinggir dibatasi tebing tanah, Sungai Curug Ciomas pada bagian pinggirnya dibatasi tebing-tebing batu yang masih dikeliling hutan. Di atas tebing batu terdapat pohon-pohon besar yang akarnya menjulur ke bawah. Kehadiran tebing batu dan bongkahan-bongkahan batu, serta hutan yang berada di atas tebing batu memberikan kesan dan daya tarik tersendiri.
Selain warga Karawang dan Bogor, masyarakat Jakarta pun ada yang berkunjung ke sini. Yanti, warga setempat, menerangkan Curug Ciomas menjadi wisata alternatif. “Setiap hari libur tempat ini selalu ramai. Kalau hari biasanya hanya beberapa yang datang berenang atau sekadar duduk melihat air terjun,” ujarnya.
Selain menikmati keindahan alam, pengunjung pun bisa berenang sambil mengarungi curug. Bila mau aman bisa mengggunakan ban yang disewakan seharga 7.000 rupiah per buah. Dengan harga sebesar itu kita bisa menggunakan sepuasnya tanpa batas waktu.
Di sini, Anda juga bisa memacu adrenalin, yaitu cara melompat dari atas bukit batu yang tingginya sekitar 10–12 meter. Bagi warga setempat, melompat dari atas bukit batu sudah menjadi hal biasa. Berenang di antara batu, menuju air terjun menjadi tantangan tersendiri. Bagi yang baru bisa berenang dan ingin menuju air terjun, sebaiknya jangan berenang sendiri. Untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan. Bisa menggunakan jasa guide alias pemandu wisata.
Pesona Tiga Air Terjun
Di air terjun ketiga terdapat tebing batu, air sungai mengalir di antara batu besar.
Sebagian pengunjung hanya tahu bahwa di Curug Ciomas Cuma terdapat dua air terjun. Air terjun pertama berada di bagian bawah dekat jembatan Ciomas. Air terjun kedua berada di bagian atas. Jika mau melihat air terjun kedua, harus berenang menelusuri sungai yang berbelok-belok yang diapit tebing-tebing batu.
Sebenarnya di curug ini terdapat tiga air terjun. Tapi, air terjun ketiga berada agak jauh, sekitar 400 meter dari air terjun yang kedua. Karena medan menuju ke curug ketiga cukup berbahaya, banyak batu-batu cadas dan licin, jarang orang yang menyambanginya. Di air terjun ketiga ini, pengunjung juga tidak dapat menyusuri sungai karena jalur dari sungai menuju air terjun ini belum dibuka.
Berhubungan harus melewati bukit yang berhutan, orang yang hendak ke sana tidak boleh saat azan Zuhur. Menurut Sugianto, guide setempat, pamali kata orang Sunda. Orang tua kampung melarang pergi ke air terjun ke tiga saat azan Zuhur berkumandang. Setelah azan selesai, lalu menunggu beberapa menit – baru boleh pergi. “Dulu ada yang pas azan naik ke air terjun ketiga, di tengah jalan mereka bertemu ular,” cerita Sugi.
Entah benar atau tidak cerita itu, yang pasti air terjun ini memang mengundang rasa penasaran. Seharusnya, pemda setempat lebih mengeksplorasi secara maksimal dan dibuat jalur khusus, yaitu jalur penghubungan antara air terjun pertama, kedua dan air terjun ketiga. faisal chaniago
sumber: Koran Jakarta
Komentar
Posting Komentar