PT JSI Dinilai Lecehkan Karawang

Marahnya warga Kampung Bunder, Desa Tamansari, Kecamatan Pangkalan atas pemberian paket Lebaran oleh PT Jui Shin Indonesia (JSI) di Kabupaten Bekasi, yang dinilai tidak sebanding dengan dampak yang ditimbulkan oleh perusahaan tersebut, ditanggapi oleh tokoh pemuda Kampung Bunder, sebagai salah satu pelecehan bagi warga Karawang. Dikatakan Sanusi (35), keberadaan PT JSI --salah satu Perusahaan Milik Asing (PMA)-- bagi Karawang tidak mampu memberikan dampak baik atau manfaat. “Tidak ada manfaat yang ditimbulkan dari keberadaan PT JSI bagi masyarakat Karawang,” ujarnya kepada Pembaruan News, Minggu (12/7).
 

Bahkan, banyak warga di sekitarnya mengeluhkan dengan adanya pabrik tersebut. Kata dia, seperti kejadian pada Kamis (9/7) lalu, hal tersebut menjadi sebuah gambaran betapa PT JSI melecehkan warga Kampung Bunder dengan memberikan paket Lebaran yang tidak sebanding dengan dampak negatif yang ditimbulkan.
 

“Berbicara kompensasi atau segala bentuk bantuan dari perusahaan terhadap lingkungan itu adalah mutlak tanggung jawab perusahaan terhadap lingkungan dan sosial,” ungkapnya.

Dijelaskannya,dalam amanat Undang-undang nomor 40 tahun 2007 tentang perseroan terbatas dijelaskan di dalam Pasal 74, dan diperjelas dalam Peraturan Pemerintah (PP) Republik Indonesia nomor 47 tahun 2012 tentang tanggung terhadap lingkungan dan sosial.


“Hah kalo memang betul PT JSI ada itikad baik terhadap lingkungan maka seharusnya masyarakat sekitar tidak akan ada terjadi aksi unjuk rasa seperti ini,” imbuhnya.


Puluhan paket lebaran dari PT JSI dibuang warga.


Kemudian, lanjutnya, dengan adanya aksi ini yang lebih banyak diikuti oleh ibu-ibu masyarakat sekitar, manjadi bukti tidaklah pernah merasakan kehidupan yg baik dan sehat. Selain itu, diliat dari dampak negatif hasil produksi PT JSI itu menghasilkan bahan berbahaya dan beracun (B3).


“Sekarang aja kami setiap istirahat di malam hari tidak merasakan kenyamanan, karena suara yang ditimbulkan dari mesin PT JSI sangatlah mengganggu, belum lagi dari polusi udara itu sangat saya khawatirkan juga apalagi di lingkungan kami banyak anak- anak kecil yang rentan terhadap penyakit,” bebernya.

Diduga Melestarikan Penambangan Kapur Ilegal

Sementara itu, setahun silam, pemerintah Provinsi Jawa Barat pernah mengambil langkah hukum pada pabrik Semen PT Jui Shin Indonesia (JSI) di Kabupaten Bekasi karena diduga melestarikan penambangan kapur ilegal di Karawang. Wakil Gubernur Jawa Barat, Deddy Mizwar, mengatakan pabrik semen tersebut terletak di Kecamatan Bojongmangu, Kabupaten Bekasi.


Namun, bahan baku semen sepenuhnya ditambang dari arael bukit kapur yang ada di tiga desa yang berada di Kecamatan Pangkalan, Karawang. “Ada 30 hektar lahan yang rusak akibat penambangan liar batu kapur di sana,” katanya kepada Pembaruan News, setahun silam.


Menurutnya kerusakan karst di Pangkalan, Karawang, marak beberapa tahun terakhir seiring berlomba-lombanya pengusaha melakukan penambangan liar di sana. Hasil penambangan tersebut terindikasi dijual langsung ke pabrik semen PT Jui Shin.
 

“Sepertinya ada sebuah konspirasi. Itu hanya dibatasi sungai Cibeet lantas bikin jembatan ke pabrik. Ini kan ada indikasi konspirasi, tapi pastinya nanti penyidik ,” katanya.

Wagub menilai aktivitas yang bertahun-tahun terjadi di lokasi yang saling berdekatan tersebut tak hanya menyebabkan kerusakan alam yang luar biasa. Selain tak ada izin yang diproses oleh para pengusaha, praktek ini tak memberi sepeser pun duit ke kas daerah. “Itu sudah berlangsung bertahun tahun, tapi tanpa ada satu rupiah pun yang masuk ke PAD, sementara kerusakan alamnya dahsyat luar biasa, malah lebih dashyat dari pasir besi,” katanya.


Pihaknya juga mendapatkan laporan jika pabrik tersebut tidak menyerap tenaga lokal. Sementara penambangan di sana dilakukan para pengusaha dengan alat berat yang sangat canggih. Dari pemantauan di lokasi, setidaknya dari 30 hektar areal di sana ada 15 lokasi yang kerusakannya sudah terdata.


“Bagaimana batu gunung dihancurkan hanya untuk menyuplai pabrik semen di Bekasi tersebut,” katanya.
 

Menurutnya saat ini aktivitas penambangan liar di sana sudah dihentikan. Pemprov Jabar sendiri selanjutnya akan melakukan pendekatan hukum agar penyidikan kasus kerusakan lingkungan dan jual beli bahan tambang ilegal ini terungkap. “Ini musti disidik secara pendekatan hukum, nanti kebuka semua. Saya tidak mau menduga duga siapa orangnya,” katanya.

Truk Muatan Batu Kapur Milik PT JSI Langgar Aturan Tonase
Bukan itu saja, demo warga juga sempat terjadi akibat tak ada tindak lanjut dari Pemkab Karawang, terkait masuknya truk bertonase besar milik PT JSI di jalan Badami - Loji, pada Senin (16/3) silam. Aksi unjuk rasa itu akibat belum adanya solusi terkait permasalahan jalan. Padahal mereka mengakui telah melakukan berbagai cara, seperti sweeping mobil besar yang kerap dilakukan masyarakat hingga melakukan hearing dengan Komisi C DPRD Kabupaten Karawang, beberapa waktu lalu.


“Atas dasar itu lah kami ingin menyalurkan tuntutan kami kepada Pemkab Karawang agar permasalahan ini dicarikan jalan keluarnya,” ungkap Dedi Sp, salah seorang warga solidaritas peduli jalan Badami - Loji.


Dikatakannya, dengan maraknya mobil-mobil besar yang melintasi jalan Badami-Loji mengakibatkan dampak yang cukup besar bagi masyarakat sepanjang jalan tersebut. Seperti kebisingan, polusi udara, sering terjadinya kecelakaan, mengganggu aktifitas pejalan kaki terutama anak sekolah, kemudian rusaknya jalan tersebut. “Kami, Karawang Selatan merasa dirugikan oleh lalu lalangnya kendaraan-kendaraan besar tersebut,” geramnya.


Dedi berharap dinas terkait dapat menegakkan aturan UU No 2 Tahun 2009. “Dan berkomitmen dalam menegakkan permasalahan ini,karena dengan hal ini juga demi keselamatan bersama juga,” ujarnya.


Terkait harapan warga, sambung Sanusi, semoga Pemkab Karawang khususnya, memenuhi tanggung jawab untuk memperhatikan masyarakat dan melakukan pekerjaan sesuai tugasnya dan bisa tegas terhadap PT JSI.


“Karena nasib kami tergantung pada pemerintah, kami tidaklah merasakan kehidupan yang baik dan sehat dengan adanya kegiatan produksi PT JSI yang tidak sesuai di dalam amanat undang- undang nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU- PPLH-red),” pungkasnya.(cky)


sumber: Koran Pembaruan News (13 Juli 2015) via forkadascitarum.org

Komentar

Postingan Populer