Soal Pengelolaan Karst Pangkalan, Pemkab Karawang Tuding Pemprov Jabar Lalai

KARAWANG, (PR).- Pemerintah Kabupaten Karawang menuding Pemerintah Provinsi Jawa Barat telah lalai dalam mengelola alam, khususnya di wilayah Karawang selatan. Akibatnya, hamparan karst kelas 1 yang terdapat di wilayah Kecamatan Pangkalan, Kabupaten Karawang saat ini telah porak perandak dirusak pengusaha nakal.

Demikian dikatakan Direktur Politic and Local Goverment Studies (Poslogis), Asep Toha, ketika dihubungi, Kamis (5/1/2017). "Indikasi ke arah itu terlihat dari keluarnya dua SK Gubernur Jabar tentang Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) Mineral Bukan Logam/Batu Gamping di wilayah hamparan karst Pangkalan," ujar Asep Toha.

Menurutnya, ke dua SK itu ditandatangani Ahmad Heryawan 29 September 2015 dengan Nomor 541.39/Kep.70/10.1.03.1/BPMPT/2015 tentang Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) Mineral Bukan Logam/Batu Gamping atas nama PT. Mas Putih Belitung (MBP) di Daerah Karawang untuk lokasi A dan Nomor 541.39/Kep.71/10.1.03.1/BPMPT/2015 tentang Wilayah Izin
Usaha Pertambangan (WIUP) Mineral Bukan Logam/Batu Gamping atas nama PT. Mas Putih Belitung (MBP) di Daerah Karawang untk lokasi B.

Selain itu, lanjut Asep Toha, pada 13 Januari 2016, Pemprov Jabar kembali menerbitkan dua SK Gubernur yakni SK No.540/Kep.59.BPMPT/2016 tentang Izin Usaha Pertambangan Eksplorasi Mineral Bukan Logam/Batu Gamping Atas Nama PT. Mas Putih Belitung (MBP) di Blok/KP A seluas 46.4 Ha dan SK Gubernur No.540/Kep.58.BPMPT/2016 tentang Izin Usaha
Pertambangan Eksplorasi Mineral Bukan Logam/Batu Gamping Atas Nama PT. Mas Putih Belitung (MBP) di Blok/KP B seluas 47 Ha.

"Setelah mengantongi SK tersebut, PT MBP melakukan penggalian batu kapur secara besar-besaran untuk bahan baku semen. Akibatnya ratusan hektar hamparan karst Pangkalan saat ini sudah dalam kondisi rusak," kata Asep.

Dikatakan, wewenang penerbitan izin pertambangan saat ini memang berada di tangan provinsi. Hanya saja, sebelum izin itu terbit, terlebih dahulu harus dilakukan kajian lingkungan serta dikoordinasikan dengan Pemerintah Kabupatan setempat.

Menurut Asep Toha, Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan harus bertanggung jawab, baik secara hukum maupun moral atas rusaknya karst Pangkalan. Sebab dia lah yang telah mengeluarkan dan menandatangani ke empat SK tersebut.

Dikatakan, Pemkab Karawang telah memasukan Kawasan Bentang Alam Karst (KBAK) dalam rencana tata ruang wilayah (RTRW) Karawang seluas 1.062 hektare. Namun hal itu sama sekali tidak menjadi bahan pertimbangan atas terbitnya SK Gubernur tersebut.

Bahkan, Badan Geologi Provinsi dan Dinas ESDM Provinsi ketika melaksanakan rapat di salah satu rumah makan di jalan Interchange Karawang Barat menyatakan, dari lahan kars seluas 3.160 hektar di
Karawang, 353 hektare diantaranya sudah rusak karena pertambangan. "Seharusnya gubernur tahu akan hal itu. Kalau sudah rusak masyarakat Karawang yang rugi. Mereka akan mengalami kekeringan pada musim kemarau dan banjir di musim penghujan," katanya.

Asep Toha menduga ada konspirasi tingkat tinggi, sehingga alam di Karawang selatan rusak dan akan terus dirusak. "Salah satu buktinya, surat penolakan pertambangan yang dilayangkan Pemkab Karawang ke gubernur tidak pernah dijawab. Padahal surat itu telah dikirim ke provinsi sejak tiga bulan silam," katanya.

Di tempat terpisah, Kepala Dinas Perdagangan dan Pasar yang sebelumnya menjabat Kepala Dinas Perindusterian Perdagangan Pertambangan dan Energi, Hanafi menyebutkan, Pemprov Jabar seharusnya memasukan KBAK Pangkalan ke dalam RTRW Jabar. Dengan demikian, semua pihak menjadi tahu mana wilayah yang boleh ditambang dan mana yang tidak.

"Setelah kewenangan pertambangan diambil alih oleh Pemprov Jabar, sampai sekarang belum ada pematokan batas KBAK di Kecamatan Pangkalan," ujarnya.

Disebutkan juga, setelah kewenangan pertambangan ada di Pemprov Jabar, Pemkab Karawang tidak lagi mengurusi perihal izin pertambangan. "Kewenangan kimi hanya menerbitkan izin lingkungan yang dikeluarkan oleh BPMPT," kata Hanafi. ***

Komentar

Postingan Populer