Nyapu Dok?
Dokter Ko sengaja bertindak cepat sigap, seperti kelebat pesilat hebat, sapu ijuk di pojokan langsung difungsikan. Sapu di tangan kanan, pengki di tangan kiri. Sat-set, tebaran sampah pun terkumpul dan dibuang. Di ambang usia 80 tahun, speleologi Indonesia masih menggelayut di pundaknya. Di saat murid-muridnya, pada perkembangannya, berkompromi dengan realitas kehidupan, yang sering kali kontradiktif dengan semangat pelestarian karst, dia yang oleh penelusur gua disebut-sebut pelopor dan tokoh utama speleologi Indonesia, masih teguh berpihak pada masyarakat karst dan pelestarian dengan strategi menjauhi usaha yang bersifat ekstraksi dan pengutamaan ilmu pengetahuan kontekstual yang relevan bagi warga. Dokter Ko masih galak dan itu bisa menjadi kabar buruk bagi segolongan intelektual pengabdi investasi yang abai terhadap hak masyarakat di sekitar dan di dalam kawasan karst. "Ini bagaimana? Tidak ke lapangan tapi dapat mengatakan di sana tidak ada guanya... di sini bisa ditambang... titel dan kepandaiannya dipakai untuk membela kepentingan pengusaha. Dan itu disebut sebagai kerja profesional? Pengkhianat! Apa namanya kalau bukan pelacur intelektual...."
"Nyapu Dok?"
"La iya nyapu, memang kamu kira saya sedang apa?" Pertanyaan retoris tidak memerlukan jawaban. Di dalam hati terlintas gurauan: ah nyapu, paling juga pencitraan.
studium generale |
Saya seperti gak bisa menahan tawa meski yang keluar cuma senyum tertahan ketika melihat salah seorang panitia TWKM XXVII yang berusaha merebut sapu dan pengki. Dokter Ko dilucuti, seperti Diponegoro yang diringkus kompeni. Aksi simbolik yang dipentaskannya pun terpaksa berhenti. Saya mengingat penyair Karawang - Bekasi, "... Di masa pembangunan ini. Tuan hidup kembali. Dan bara kagum menjadi api... pedang di tangan kanan, keris di tangan kiri. Maju bagimu negeri...."
Komentar
Posting Komentar