Soal Banjir, Warga Salahkan Jui Shin
PANGKALAN, RAKA - Pendulang pasir di Sungai Cibeet terpaksa menghentikan aktivitasnya karena arus sungai terlalu deras setelah diguyur hujan terus menerus beberapa pekan ini.
"Biasanya jika sudah terjadi banjir, air langsung surut dan aktivitas pengumpulan pasir bisa dimulai lagi. Namun untuk di musim kali ini sudah mengalami banjir sampai empat kali," kata Eeng (53), salah seorang pengepul di Kampung Pulopasir, Desa Tamansari, Kecamatan Pangkalan, kemarin.
Menurut Eeng, banjir parah dalam satu tahun ini terjadi setelah PT Jui Shin berdiri. Menurutnya, pasca pembangunan jembatan pabrik semen tersebut, terjadi penyempitan badan Sungai Cibeet.
Enur (40) pendulang pasir lainnya mengatakan, setelah Jui Shin berdiri banjir tidak mudah surut. Padahal, menurut pengalamannya sebagai pendulang pasir, banjir Cibeet cepat surut dan kembali normal. "Dulu banjir cuma satu kali dalam setahun. Tapi sekarang empat kali dalam setahun," tuturnya.
Ia berharap, pemerintah bisa menyelesaikan persoalan yang dialami masyarakat Tamansari. "Saya ingin agar kejadian ini tidak terulang terus," katanya.
Pengamat lingkungan dari Ikatan Alumni Universitas Singaperbangsa Karawang, Cep Elih ST, mengatakan, banjir yang terjadi bukan karena faktor cuaca tapi karena parahnya kerusakan alam. “Kita harus sadar bahwa manusia merupakan mahluk yang paling mulia, seharusnya menyadari sepenuhnya bahwa dari semua kejadian tidak terlepas dari peran serta manusia terutama kebijakan pemerintah," tuturnya.
Ia melanjutkan, jika manusia tidak merusak alam, maka bencana yang terjadi tidak akan parah seperti sekarang ini. "Jika manusianya tidak berulah, sebab secara logika saja jika alam ini tidak terus digali dan dirusak kalaupun dalam berbagai alasan dan kebutuhan, tanah yang dipenuhi dengan tumbuhan akan dapat menyerap dan menyimpan air hujan. Tak hanya sampai di situ, air hujan tersebut akan dikeluarkan oleh tanah yang dipenuhi pohon tersebut secara perlahan, bahkan intensitasnya antara musim hujan dengan musim kemarau bisa tetap stabil. Dari itu semua, dapat dimanfaatkan untuk mengairi sawah tanaman dan berbagai keperluan manusia itu sendiri, hingga pada musim hujan kembali," katanya.
Dikatakan Elih, kontribusi paling besar yang menyebabkan bencana banjir adalah terjadinya penggundulan lahan diluar batas kewajaran. Ia berharap pada Pemerintah Kabupaten Karawang berikut para legislatif untuk menyadari bahwa selama ada upaya mengubah fungsi hutan dengan berbagai alasan, dan membiarkan galian terus terjadi, maka bencana dari tahun ke tahun akan terus bertambah. "Dan jika tetap membiarkan galian itu tetap beraktivitas, dan upaya over alih fungsi hutan seperti untuk bandara, maka pemerintah dan legislatif sama dengan menggali kuburan untuk rakyatnya sendiri," tuturnya.
Hingga berita ini diturunkan, RAKA belum berhasil konfirmasi penanggungjawaban PT Jui Shin. [ark]
"Biasanya jika sudah terjadi banjir, air langsung surut dan aktivitas pengumpulan pasir bisa dimulai lagi. Namun untuk di musim kali ini sudah mengalami banjir sampai empat kali," kata Eeng (53), salah seorang pengepul di Kampung Pulopasir, Desa Tamansari, Kecamatan Pangkalan, kemarin.
Menurut Eeng, banjir parah dalam satu tahun ini terjadi setelah PT Jui Shin berdiri. Menurutnya, pasca pembangunan jembatan pabrik semen tersebut, terjadi penyempitan badan Sungai Cibeet.
Enur (40) pendulang pasir lainnya mengatakan, setelah Jui Shin berdiri banjir tidak mudah surut. Padahal, menurut pengalamannya sebagai pendulang pasir, banjir Cibeet cepat surut dan kembali normal. "Dulu banjir cuma satu kali dalam setahun. Tapi sekarang empat kali dalam setahun," tuturnya.
Ia berharap, pemerintah bisa menyelesaikan persoalan yang dialami masyarakat Tamansari. "Saya ingin agar kejadian ini tidak terulang terus," katanya.
Pengamat lingkungan dari Ikatan Alumni Universitas Singaperbangsa Karawang, Cep Elih ST, mengatakan, banjir yang terjadi bukan karena faktor cuaca tapi karena parahnya kerusakan alam. “Kita harus sadar bahwa manusia merupakan mahluk yang paling mulia, seharusnya menyadari sepenuhnya bahwa dari semua kejadian tidak terlepas dari peran serta manusia terutama kebijakan pemerintah," tuturnya.
Ia melanjutkan, jika manusia tidak merusak alam, maka bencana yang terjadi tidak akan parah seperti sekarang ini. "Jika manusianya tidak berulah, sebab secara logika saja jika alam ini tidak terus digali dan dirusak kalaupun dalam berbagai alasan dan kebutuhan, tanah yang dipenuhi dengan tumbuhan akan dapat menyerap dan menyimpan air hujan. Tak hanya sampai di situ, air hujan tersebut akan dikeluarkan oleh tanah yang dipenuhi pohon tersebut secara perlahan, bahkan intensitasnya antara musim hujan dengan musim kemarau bisa tetap stabil. Dari itu semua, dapat dimanfaatkan untuk mengairi sawah tanaman dan berbagai keperluan manusia itu sendiri, hingga pada musim hujan kembali," katanya.
Dikatakan Elih, kontribusi paling besar yang menyebabkan bencana banjir adalah terjadinya penggundulan lahan diluar batas kewajaran. Ia berharap pada Pemerintah Kabupaten Karawang berikut para legislatif untuk menyadari bahwa selama ada upaya mengubah fungsi hutan dengan berbagai alasan, dan membiarkan galian terus terjadi, maka bencana dari tahun ke tahun akan terus bertambah. "Dan jika tetap membiarkan galian itu tetap beraktivitas, dan upaya over alih fungsi hutan seperti untuk bandara, maka pemerintah dan legislatif sama dengan menggali kuburan untuk rakyatnya sendiri," tuturnya.
Hingga berita ini diturunkan, RAKA belum berhasil konfirmasi penanggungjawaban PT Jui Shin. [ark]
Komentar
Posting Komentar