Sedih! 36 Ribu Hektar Kawasan Karst yang Menyimpan Mata Air di Jabar Rusak
Jakarta - Alam di Jawa Barat menghadapi ancaman kerusakan
parah. Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Jabar mendapatkan data 36.093 hektar
kawasan karst yang ditetapkan sebagai kawasan lindung geologi rusak karena ulah
penambangan.
Padahal bentang alam karst menyimpan mata-mata air, gua-gua
alamiah dan bersejarah dan merupakan cagar alam yang dilindungi.
"Kawasan seluas itu tersebar di beberapa perbukitan dan
pegunungan di 11 Kabupaten yaitu Pangandaran, Ciamis, Cirebon, Kuningan,
Tasikmalaya, Bandung Barat, Bogor, Sukabumi, Purwakarta, Sukabumi dan
Karawang," jelas Direktur eksekutif Walhi Jawa Barat Dadan Ramdan, Sabtu
(28/3/2015).
Dadan menjelaskan, kerusakakan karena aktivitas pertambangan
oleh para pebisnis industri ekstraktif di Bandung Barat, Bogor, Karawang, Cirebon
dan Bekasi. Di Bandung Barat, hampir 70% kawasan karst sudah sangat rusak dan
tanpa reklamasi, begitu juga beberapa kawasan karst di Karawang, Bekasi dan
Kabupaten Bogor.
"Naiknya kebutuhan pasokan semen untuk pembangunan
infrastruktur skala besar seperti jalan tol, bandara, pelabuhan, PLTU, properti
dan bisnis lainnya telah memacu pertambangan karst massif dilakukan dan
perluasan pendirian pabrik semen baru," urai dia.
Misalnya saha di Kabupaten Sukabumi yang akan segera
dibangun pabrik semen yang tentunya akan mempercepat rusak dan hilangnya
pegunungan karst di Nyalindung, Jampang Tengah dan Jampan Kulon.
"Pendirian Pabrik Semen di Pangandaran dan Ciamis juga
akan mempercepat kerusakan karst di Padaherang, Kalipucang, Pananjung dan
wilayah sekitarnya. Begitu juga pendirian pabrik semen di Banten," tegas
dia.
Ke depan, lanjut
Dadan, kawasan karst d Jawa Barat pun makin terancam. Pendirian pabrik semen
yang terus bertambah tidak lagi untuk melayani kebutuhan dasar warga, namun
industri semen sudah dijadikan arena bisnis dindustri ekstraktif yang hanya
menguntungkan para investor dan mafia bisnis tambang.
Sementara, aktivitas pertambangan dan pabrik semen semakin
mengancam ruang hidup warga, mata-mata air dan gua-gua sebagai bagian yang
tidak terpisahkan dari ekosistem karst.
Bahkan, untuk kasus pembangunan pabrik semen di Gunung Guruh
Sukabumi dan Ciamis, proses perizinan lingkungan hidup bermasalah, termasuk
dalam pembuatan AMDAL yang tidak melibatkan warga setempat.
"Berdasarkan pengaduan warga yang kami terima, proses
perizinan pembangunan pabrik semen dilakukan di sekitar pemukiman warga dan
tidak melibatkan warga setempat. Di Gunung Guruh Sukabumi Saat ini warga
terpaksa harus tergusur dari tempat pemukiman asal karena berdekatan dengan
pabrik semen yang akan dibangun. Pihak pemerintah dan perusahaan pun tidak
menjelaskan secara gambling dampak negatif dari operasi pabrik semen yang akan
ditimbulkan ke depan," jelas Dadan.
Dadan mengatakan ancaman rusak dan hilangnya kawasan alamiah
Karst ini sudah sangat jelas dengan dikeluarkannya SK 1204 K/30/MEM/2014
tentang penetapan wilayah pertambangan di Jawa dan Bali. Dari peta yang ada
dalam SK tersebut sudah jelas, bahwa kawasan selatan Jawa Barat dan kawasan
karst diperuntukan dan ditetapkan sebagai wilayah pertambangan.
"Bukan hanya kawasan karst yang terancam, namun kawasan
pesisir dan hutan pun makin terancam beralihfungsi jadi tambang," tutur
dia.
"Oleh karena itu, Walhi Jawa Barat MENOLAK SK Penetapan
Wilayah Pertambangan di Pulau Jawa Bali. Kami menolak kawasan karst terus
dirusak atas atas nama kebutuhan semen untuk pembangunan. Walhi Jawa Barat
menyerukan kepada warga seluruh elemen masyarakat Jawa Barat untuk sama-sama
melawan perusakan kawasan karst dan mendukung perjuangan warga di wilayah
lainnya seperti Rembang, Pati, Kendeng dll dalam melawan keserakahan industri
semen di Pulau Jawa dan Indonesia dan menyelamatkan kawasan karst," tutup
dia.
sumber: detik.com
Komentar
Posting Komentar