Legalisasi Penambangan Batu Kapur Dalam Raperda RTRW Memicu Rusaknya Sumber Air

KARAWANG, (PRLM).- Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) Kab. Karawang yang akan melegalkan penambangan batu kapur di Kecamatan Pangkalan dan Tegalwaru ditentang banyak pihak. Pasalnya, penambangan batu kapur yang tidak terkendali akan memicu rusaknya sumber air di dua kecamatan tersebut.

"Saat ini saja belum dilegalkan sudah marak penambangan kapur. Akibatnya, beberapa mata air yang menjadi sumber air bagi warga dua kecamatan sudah mulai terancam. Dua mata air tersebut adalah mata air Ciburial dan Citaman yang menjadi tumpuan bagi warga untuk memenuhi kebutuhan air," kata salah seorang warga Pangkalan Ucang (32), Kamis (27/10).

Ucang mengatakan mata air Ciburial yang mempunyai debit air lebih dari 5 liter/detik kini juga mulai menurun. Bahkan, mata air yang dikelola oleh PDAM (Perusahaan Air Minum Daerah) untuk didistribusikan di Kecamatan Pangkalan yang meliputi tiga desa besar, yaitu Ciptasari, Tamansari, dan Jatilaksana, kini mulai mengering saat musim kemarau.

"Mata air Citaman yang menjadi pemasok air bersih utama bagi kampung-kampung di sekitarnya pun kini sudah tidak bersih lagi karena penyumbatan air dari pegunungan kapur sampai ke bawah hingga air yang kotor dan tergenang pun masih dimanfaatkan warga karena memang tidak ada sumber air lain lagi," ucapnya.

Salah seorang pemerhati lingkungan Karawang Selatan, Asep Toha menuturkan aturan penambangan kapur dalam Raperda RTRW Karawang sebenarnya melanggar aturan. Pasalnya, Raperda tersebut sudah bertentangan dengan peraturan perundangan yang ada di atasnya, yaitu UU No. 26 tahun 2007 tentang Tata Ruang menyebutkan karst merupakan kawasan lindung yang wilayahnya ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup.

"Jika Pemkab Karawang ingin melegalkan penambangan karst maka tidak boleh membuka celah seluas-luasnya bagi pengusaha besar untuk melakukan penambangan tanpa adanya reklamasi lahan. Sejauh ini seharusnya dievaluasi dulu adanya penambangan kapur berdampak seperti apa," tuturnya.

Asep mengatakan ada dua perusahaan besar yang melakukan penambangan kapur yang selama dia menambang tidak pernah mereklamasi lahannya, akibatnya sumber air warga terganggu. Hal tersebut, kata Asep, yang harus menjadi perhatian Pemkab Karawang.

"Jangankan perhatian agar mendorong perusahaan untuk mereklamasi lahan. Penggendalian dan pengawasan juga sepertinya tidak dilakukan Pemkab Karawang. Padahal, dampaknya masyarakat yang merasakan," tuturnya.

Sementara itu, Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kab. Karawang, Agus Sundawiana mengatakan Raperda yang dirancang belum diputuskan dan masih dalam tahap pembahasan. "Pertimbangan melegalkan penambangan karena ada pergeseran RTRW nasional yang berdampak pada RTRW Karawang," katanya.

Selain itu, kata Agus, penambangan karst saat ini belum ada payung hukumnya sementara di lapangan sudah banyak yang menambang. Artinya, tanpa dilegalkan justru pemkab tidak akan mendapatkan apapun dari adanya penambangan kapur.

"Jika sudah ada payung hukum dimulai dari RTRW tentu saja ada sejumlah kewajiban yang akan kami kenakan kepada perusahaan yang melalakukan penambangan. Termasuk mungkin akan dikenakannya kompensasi reklamasi lahan," katanya.

Lebih lanjut Agus mengatakan meskipun penambangan kapur nanti dilegalkan, tidak semua pengajuan ijin penambangan akan disetujui. Semua harus ada analisis lingkungan, geologi, dan sosial budaya masyarakat setempat. "Misalnya saja lokasi penambang diperkirakan akan mengganggu sumber air warga ya tidak akan kami izinkan," ucapnya. (A-186/A-89)***

Komentar

Postingan Populer