Pemda Didesak Tutup Usaha Pembakaran Kapur

PANGKALAN, RAKA - 17 Oktober 2013 | Desakan untuk menutup aktivitas pembakaran kapur sekaligus tambang kapurnya ternyata mendapat reaksi beragam. Disatu sisi akan dihadapkan kepada urusan perut yang mesti tetap terisi disisi lain adalah masalah kesehatan yakni penyakaait ispa atau gangguan saluran pernapasan yang sangat mengancam.

Kendati demikian dari rata-rata komentar yang disampaikan ternyata lebih banyak berorientasi terhadap solusi penyediaan lapangan pekerjaan sebelum mereka menghentikan aktivitas pembakaran dan penambangan batu kapur. Hal itu sekaligus membuktikan bahwa selama ini para penambang dan pembakaran batu kapur menyadari ancaman penyakit yang akan menyerang mereka, mesti diakui bahwa menambang kapur merupakan satu-satunya pekerjaan yang bisa mereka lakukan.


"Hiji-hijina mata pencaharian urang dinya nyaeta menambang kapur, ngaran lemburna oge Pakapuran," ungkap Ahs Rahmat, mengomentari status 'Proses pembakaran batu kapur di Kecamatan Pangkalan dan Tegalwaru masih terus berlangsung. Sementara pemerintah setempat dinilai gagal menekan tingkat polutan. Untuk menghentikan aksi pembakaran tersebut, apa yang mesti dilakukan pemerintah daerah'.


Ahs dengan tegas mengatakan bahwa menambang kapur adalah satu-satunya mata pencarian yang bisa dia lakukan untuk menghidupi keluarganya. Dengan kata lain jika satu-satunya pekerjaannya itu dirampas sudah dipastikan anak istrinya sudah pasti akan kelaparan.


Hal sama juga diungkapkan Aep At-Tamansary. Aep mengomentari status yang sama. Tak ubahnya Ahs diapun mengkhawatirkan jika tambang kapur ditutup maka ia akan kehilangan pekerjaan. Padahal menambang kapur merupakan pekerjaan satu-satunya yang saat bisa dia lakukan. "Kumaha tuh Mang, da penghasilan urang tidinya," ucap Aep.
Kendati demikian hal berbeda justru diungkapkan Hanafi. Meski sependapat dengan dua rekannya diatas namun dia optimis masalah kesehatan harus menjadi prioritas. Karenanya dia berharap pemerintah daerah mempersiapkan perda yang kuat yang didukung solusi penyediaan lapangan pekerjaan baru. "Sediakeun lapangan kerja, buat perda yg kuat hukun na, sertai ku solusi nu ngajamin kesejahtraan. Masalahna urusan beteung, mun lio te ngebul, dapur oge moal ngebul. Mana pak ade? Tiasa? Ekh bunda sugan tiasa?? Cok mangga diantos gebragan na. Baru nanti kami nyoblos bunda," ucapnya.


Senada itu, Azkiya Lazzuardy pun mengungkapkan hal sama. "Sadayana numimpin karawangmah nga hoyong hasilna wae, tapi kinerja. Kanggo menata kota dan mensejahterakan rakyatna mah t aya... Coba tingal. Daerah nusanes, nutingkat pendapatan daerahna minim tapi bisa langkung sae tur sajahtra tibatan karawang...Lio ngebul, dapur ge ngebul. Etateh leres pisan," katanya.


Tentu saja itu merupakan ungkapan rakyat kecil yang menumpahkan uneg-unegnya dan berharap datangnya kesejahteraan dalam keluarga mereka. Hal inipun patut mendapat perhatian. Terlebih diakui atau tidak apa yang telah mereka lakukan sedikit banyak turut memicu perkembangan perekonomian di daerah mereka. Hanya saja hal inipun perlu diluruskan dan dicarikan solusinya sehingga apa yang mereka lakukan bermanfaat bagi keluargnya dan tidak merugikan yang lain.


Tentu saja dan diantara solusi yang ditawarkan adalah melalui pembenahan sistem pembakaran kapurnya. "Harus ada pembenahan biar tingkat polusinya berkurang dengan sistem atau cara pembakarannya layak standar industri. Coba dipanggil itu pengusahanya biar ada langkah nyata," ujar Abah Boy-q, komentator kapling lainnya menawarkan solusi.
Setidaknya komentar-komentar inipun cukup mewakili suara puluhan bahkan mungkin ratusan penambang dan pembakar batu kapur yang berada di Kecamatan Pangkalan dan Tegalwaru. Intinya mereka menyadari bahwa aktivitas yang mereka lakukan sangat berbahaya dan ingin menghentikannya, tetapi masih terbentur kepada persoalan memenuhi nafkah keluarga. Sekarang tinggal bagaimana peranan pemerintah daerah. (raka)

Komentar

Postingan Populer