Menelusuri Jejak Karuhunan Sunda
MASIH sedikit sekali literatur yang membahas mengenai Kerajaan Sunda (sebelum berdirinya Kerajaan Padjajaran) bahkan angka tahun pemerintahan Sri Jayabhupati. Tidak ubahnya usia kerajaan Padjajaran kerajaan sunda juga memiliki masa pemerintahan yang singkat yakni 300 tahun (1050-1300 M). Sementara Kerajaan Padjajaran berdiri 1300 M dan mencapai masa keemasan pada pemerintah Sang Prabu Siliwangi, hingga tenggelam pengaruhnya berbarengan dengan berdirinya Kerajaan Banten sekitar abad ke XVI.
Bukti peninggalan Prabu Siliwangi bisa di dapati di Kampung Jayanti, Desa Mekarbuana, Kecamatan Tegalwaru, berupa bekas telap kakinya. Kisah turun temurun ini sudah diadopsi oleh masyarakat setempat sebagai riwayat kehadiran telapak kaki prabu siliwangi yang dicerita mampu melompat hingga jarak 1000 meter sebelum menancapkan telapak kakinya hingga amblas ke dalam batu. Menurut ceritanya di zaman dahulu, dimana orang-orangnya sakti mandraguna. Dia melompat dari batu gajah, Cijati, Gunung Sampora, dengan jarak antara tempat tersebut kurang lebih mencapai seribu meter.
Selain situs-situ yang ditemukan di Desa Mekarbuana, bukti lainnya adalah prasasti Batutulis dibuat pada tahun 1533 Masehi oleh Raja Surawisesa (1521-1535 M). Kini kompleks Prasasti Batutulis itu tak hanya dikenal sebagai tempat wisata sejarah kuno. Prasasti Batutulis dibuat pada tahun 1533 Masehi oleh Raja Surawisesa (1521-1535 M). Prabu Surawisesa tak lain putra dari Prabu Siliwangi, Raja Pajajaran yang memerintah pada tahun 1482-1521 Masehi. Pembuatan prasasti itu bertujuan untuk mengenang karya dan kebesaran Prabu Siliwangi yang memiliki dua gelar. Bukti kebesaran itu terukir rapi lewat tulisan huruf Sunda kawi kelir putih di badan batu tersebut.
Batu prasasti itu berupa batu trasit kelir hitam. Bentuknya kerucut, dengan puncak terpancung dan berkaki lekuk-lekuk. Tingginya sekitar 151 sentimeter dan lebar bagian dasar 145 sentimeter. Ketebalannya antara 12-14 sentimeter. Selain Prasasti Batutulis, di kompleks situs purbakala yang memiliki lahan 17 x 15 meter itu terdapat batu kuno lainnya. Antara lain, batu tapak atau padatala (bekas telapak kaki Prabu Surawisesa).
Lalu, yang masih berdekatan dengan Prasasti Batutulis berupa meja batu, bekas tempat sesajian di setiap perayaan kerajaan. Ada pula sandaran tahta bagi raja yang dilantik. Kemudian batu Lilingga, lambang kesuburan, yang terletak di sebelah kiri Prasasti Batutulis. Sedangkan satu batu bernama Gigilang telah diambil tentara Banten saat menyerang Pajajaran. Batu itu sebagai tempat duduk upacara penobatan raja Pajajaran. Diambilnya batu Gigilang itu bermakna politis, bahwa tidak akan ada lagi penobatan raja di Pajajaran. Kini kompleks Prasasti Batutulis itu tak hanya dikenal sebagai tempat wisata sejarah kuno. Tapi dijadikan pula sebagai lokasi ziarah spiritual oleh sebagian masyarakat. Mereka datang dari dalam dan luar kota Bogor.
Sementara, temuan batu kuno juga ditemukan di daerah Pangkalan dan Tegalwaru jika melihat cirinya banyak sekali peninggalan purbakala yang bisa ditemukan, seperti menhir dan dolmen. Situs-situs ini biasanya ditemukan di kalimantan, Sulawesi, Sumatera, Jawa Tengah dan Jawa Timur. Dolmen adalah meja batu tempat meletakkan sesaji yang dipersembahkan kepada roh nenek moyang. Dibawah dolmen biasanya sering ditemukan kubur batu. Sehingga jika disimpulkan dolmen adalah sebuah meja yang terbuat dari batu yang berfungsi sebagai tempat meletakkan saji-sajian untuk pemujaan. Adakalanya di bawah dolmen dipakai untuk meletakkan mayat. Agar mayat tersebut tidak dapat dimakan oleh binatang buas maka kaki mejanya diperbanyak sampai mayat tertutup rapat oleh batu.
Hal ini menunjukan kalau masyarakat pada masa itu meyakini akan adanya sebuah hubungan antara yang sudah meninggal dengan yang masih hidup. Mereka percaya bahwa apabila terjadi hubungan yang baik akan menghasilkan keharmonisan dan keselarasan bagi kedua belah pihak. Dolmen ini juga biasanya disebut 'Watu Tumpang' atau 'Batu Tumpang', yang berarti dari jaman megalitikum. Dolmen yang merupakan tempat pemujaan misalnya ditemukan di Telagamukmin, Sumberjaya, Lampung Barat. Dolmen yang mempunyai panjang 325 cm, lebar 145 cm, tinggi 115 cm ini disanggah oleh beberapa batu besar dan kecil. Hasil penggalian tidak menunjukkan adanya sisa-sisa penguburan. Benda-benda yang ditemukan diantaranya adalah manik-manik dan gerabah. (ark)
sumber: http://www.radar-karawang.com/2013/09/menelusuri-jejak-karuhunan-sunda.html
Bukti peninggalan Prabu Siliwangi bisa di dapati di Kampung Jayanti, Desa Mekarbuana, Kecamatan Tegalwaru, berupa bekas telap kakinya. Kisah turun temurun ini sudah diadopsi oleh masyarakat setempat sebagai riwayat kehadiran telapak kaki prabu siliwangi yang dicerita mampu melompat hingga jarak 1000 meter sebelum menancapkan telapak kakinya hingga amblas ke dalam batu. Menurut ceritanya di zaman dahulu, dimana orang-orangnya sakti mandraguna. Dia melompat dari batu gajah, Cijati, Gunung Sampora, dengan jarak antara tempat tersebut kurang lebih mencapai seribu meter.
Selain situs-situ yang ditemukan di Desa Mekarbuana, bukti lainnya adalah prasasti Batutulis dibuat pada tahun 1533 Masehi oleh Raja Surawisesa (1521-1535 M). Kini kompleks Prasasti Batutulis itu tak hanya dikenal sebagai tempat wisata sejarah kuno. Prasasti Batutulis dibuat pada tahun 1533 Masehi oleh Raja Surawisesa (1521-1535 M). Prabu Surawisesa tak lain putra dari Prabu Siliwangi, Raja Pajajaran yang memerintah pada tahun 1482-1521 Masehi. Pembuatan prasasti itu bertujuan untuk mengenang karya dan kebesaran Prabu Siliwangi yang memiliki dua gelar. Bukti kebesaran itu terukir rapi lewat tulisan huruf Sunda kawi kelir putih di badan batu tersebut.
Batu prasasti itu berupa batu trasit kelir hitam. Bentuknya kerucut, dengan puncak terpancung dan berkaki lekuk-lekuk. Tingginya sekitar 151 sentimeter dan lebar bagian dasar 145 sentimeter. Ketebalannya antara 12-14 sentimeter. Selain Prasasti Batutulis, di kompleks situs purbakala yang memiliki lahan 17 x 15 meter itu terdapat batu kuno lainnya. Antara lain, batu tapak atau padatala (bekas telapak kaki Prabu Surawisesa).
Lalu, yang masih berdekatan dengan Prasasti Batutulis berupa meja batu, bekas tempat sesajian di setiap perayaan kerajaan. Ada pula sandaran tahta bagi raja yang dilantik. Kemudian batu Lilingga, lambang kesuburan, yang terletak di sebelah kiri Prasasti Batutulis. Sedangkan satu batu bernama Gigilang telah diambil tentara Banten saat menyerang Pajajaran. Batu itu sebagai tempat duduk upacara penobatan raja Pajajaran. Diambilnya batu Gigilang itu bermakna politis, bahwa tidak akan ada lagi penobatan raja di Pajajaran. Kini kompleks Prasasti Batutulis itu tak hanya dikenal sebagai tempat wisata sejarah kuno. Tapi dijadikan pula sebagai lokasi ziarah spiritual oleh sebagian masyarakat. Mereka datang dari dalam dan luar kota Bogor.
Sementara, temuan batu kuno juga ditemukan di daerah Pangkalan dan Tegalwaru jika melihat cirinya banyak sekali peninggalan purbakala yang bisa ditemukan, seperti menhir dan dolmen. Situs-situs ini biasanya ditemukan di kalimantan, Sulawesi, Sumatera, Jawa Tengah dan Jawa Timur. Dolmen adalah meja batu tempat meletakkan sesaji yang dipersembahkan kepada roh nenek moyang. Dibawah dolmen biasanya sering ditemukan kubur batu. Sehingga jika disimpulkan dolmen adalah sebuah meja yang terbuat dari batu yang berfungsi sebagai tempat meletakkan saji-sajian untuk pemujaan. Adakalanya di bawah dolmen dipakai untuk meletakkan mayat. Agar mayat tersebut tidak dapat dimakan oleh binatang buas maka kaki mejanya diperbanyak sampai mayat tertutup rapat oleh batu.
Hal ini menunjukan kalau masyarakat pada masa itu meyakini akan adanya sebuah hubungan antara yang sudah meninggal dengan yang masih hidup. Mereka percaya bahwa apabila terjadi hubungan yang baik akan menghasilkan keharmonisan dan keselarasan bagi kedua belah pihak. Dolmen ini juga biasanya disebut 'Watu Tumpang' atau 'Batu Tumpang', yang berarti dari jaman megalitikum. Dolmen yang merupakan tempat pemujaan misalnya ditemukan di Telagamukmin, Sumberjaya, Lampung Barat. Dolmen yang mempunyai panjang 325 cm, lebar 145 cm, tinggi 115 cm ini disanggah oleh beberapa batu besar dan kecil. Hasil penggalian tidak menunjukkan adanya sisa-sisa penguburan. Benda-benda yang ditemukan diantaranya adalah manik-manik dan gerabah. (ark)
sumber: http://www.radar-karawang.com/2013/09/menelusuri-jejak-karuhunan-sunda.html
Komentar
Posting Komentar