PT Jui Shin Kembali Keruk Kapur Pangkalan
PANGKALAN, RAKA - 30 Oktober 2013 | Setelah aktivitasnya sempat dihentikan kini PT Jui Shin Indonesia (JSI) kembali melakukan aktivitasnya membeli dan menampung batu kapur dari tambang batu kapur di Desa Tamansari, Kecamatan Pangkalan. Hal ini sekaligus bukti tidak tegasnya pemda terhadap pengusaha di kecamatan tersebut.
"Kalaupun dikabarkan pernah diberhentikan oleh Aparat namun kini PT. Jui Shin Indonesia yang berada di kecamatan Bojongmanggu, kabupaten Bekasi, sudah kembali menerima dan membeli batu kapur dari kawasan galian di desa Tamansari. Kenyataan ini semakin membuktikan lemahnya pemerintah Karawang dihadapan para pengusaha," ucap tokoh pemuda Kampung Citaman desa Tamansari, Muhamad Abdul Malik SH, saat dimintai komentar terkait kembali beraktivitasnya PT Jui Shin Indonesia, kemarin.
Dikatakan Muhamad, sebenarnya ada komitmen perusahaan tersebut saat menjelang pembangunan jembatan. Salah satunya tidak akan membeli atau menggunakan bahan baku (batu kapur) dari areal pertambangan yang ada di kecamatan Pangkalan, sebelum adanya kepastian hukum yang jelas. Namun, janji itu ternyata dilanggar. "Yang saya ketahui penegakan aturan itu merupakan kewajiban pemerintah melalui aparatur penegak hukumnya. Sementara masyarakat mempunyai peran membantu pemerintah, tapi kenapa jika dilihat dari kenyataan aparatur penegak hukum yang ada dilapangan malah membiarkan. Ini yang aneh," tambah Muhamad. Diakui tokoh pemuda ini, dirinya sempat kaget menyaksikan truk-truk besar hilir mudik mengantuarkan kapur ke perusahaan milik PT. Jui Shin. Tetapi sebagai warga dia tidak bisa berbuat apa-apa. Muhamad menjelaskan perjanjian antara PT. Jui Shin Indonesia dengan Masyarakat Desa Tamansari dibuat pada 28 Mei 2011 tahun lalu.
Muhamad menjelaskan Materi perjanjian yang ditandatangani atas nama pihak perusahaan dalam pasal 3 point 1 tertulis pihak pertama tidak akan melakukan penambangan dan pengambilan batu kapur di wilayah desa Tamansari, Kecamatan Pangkalan, Kabupaten Karawang. Baik oleh perusahaan pihak pertama maupun oleh anak perusahaan pihak pertama, selama belum memenuhi persyaratan peraturan pemerintah nomor 26 tahun 2008.
Berdasarkan point tersebutlah Muamad mempertanyakan komitmen perusahaan tersebut. Sebab belakangan ini pihak pertama yakni PT Jui Shin telah menerima kembali batu kapur yang digali dari Desa Tamansari. Terlepas apakah perusahaan tersebut meminta pada pengusaha yang ada di Desa Tamansari, atau pengusaha yang ada di desa Tamansari menjual pada pihak perusahaan, menurutnya semuanya tetap menyalahi perjanjian.
Terlebih jika pihak pertama langsung melakukan galian, maka bukan hanya melanggar perjanjian yang ditandatangan oleh perusahaan itu sendiri akan tetapi melanggar dan melawan moratorium atau edaran nomor 08.E/30/DJB/2012 tentang penghentian sementara penerbitan Izin Usaha Pertambangan (IUP) baru sampai ditetapkannya wilayah pertambangan, yang di keluarkan oleh Kementrian Energi dan sumber daya mineral Direktorat Jendral Mineral Dan Batu Bara.
Dalam edaran tersebutpun pada alinea ke 4 atau terakhir tertulis, mengingat belum adanya rekomendasi dari DPR-RI sebagai pelaksanaan pasal 9 ayat (2) UU No. 4 tahun 2009 tersebut diatas maka pemerintah belum dapat menetapkan WP dan WIUP pun belum dapat ditetapkan. Sehubungan dengan itu kami harap agar Gubernur dan Bupati/Walikota di seluruh Indonesia menghentikan sementara penerbitan IUP baru sampai di tetapkannya WP.
Dari kenyataan yang ironis tersebutlah Muhamad selaku Warga mengharapkan pemerintah Karawang dapat menerapkan aturan tersebut atau melakukan pengawasan secara serius. Sebab jika saja pemerintahnya kalah oleh pihak perusahaan bagaimana nasib masyarakat yang nota bene banyak yang tidak paham tentang aturan yang dibuat oleh pemerintah itu sendiri. Bahkan untuk menertibkan galian pemerintah mestinya menyetop secara total aktivitas pertambangan. Muhamad menjelaskan saat ini galian yang ada sudah menggunakan alat berat, yang berarti sudah tidak layak disebut pertambangan rakyat. (ark).
"Kalaupun dikabarkan pernah diberhentikan oleh Aparat namun kini PT. Jui Shin Indonesia yang berada di kecamatan Bojongmanggu, kabupaten Bekasi, sudah kembali menerima dan membeli batu kapur dari kawasan galian di desa Tamansari. Kenyataan ini semakin membuktikan lemahnya pemerintah Karawang dihadapan para pengusaha," ucap tokoh pemuda Kampung Citaman desa Tamansari, Muhamad Abdul Malik SH, saat dimintai komentar terkait kembali beraktivitasnya PT Jui Shin Indonesia, kemarin.
Dikatakan Muhamad, sebenarnya ada komitmen perusahaan tersebut saat menjelang pembangunan jembatan. Salah satunya tidak akan membeli atau menggunakan bahan baku (batu kapur) dari areal pertambangan yang ada di kecamatan Pangkalan, sebelum adanya kepastian hukum yang jelas. Namun, janji itu ternyata dilanggar. "Yang saya ketahui penegakan aturan itu merupakan kewajiban pemerintah melalui aparatur penegak hukumnya. Sementara masyarakat mempunyai peran membantu pemerintah, tapi kenapa jika dilihat dari kenyataan aparatur penegak hukum yang ada dilapangan malah membiarkan. Ini yang aneh," tambah Muhamad. Diakui tokoh pemuda ini, dirinya sempat kaget menyaksikan truk-truk besar hilir mudik mengantuarkan kapur ke perusahaan milik PT. Jui Shin. Tetapi sebagai warga dia tidak bisa berbuat apa-apa. Muhamad menjelaskan perjanjian antara PT. Jui Shin Indonesia dengan Masyarakat Desa Tamansari dibuat pada 28 Mei 2011 tahun lalu.
Muhamad menjelaskan Materi perjanjian yang ditandatangani atas nama pihak perusahaan dalam pasal 3 point 1 tertulis pihak pertama tidak akan melakukan penambangan dan pengambilan batu kapur di wilayah desa Tamansari, Kecamatan Pangkalan, Kabupaten Karawang. Baik oleh perusahaan pihak pertama maupun oleh anak perusahaan pihak pertama, selama belum memenuhi persyaratan peraturan pemerintah nomor 26 tahun 2008.
Berdasarkan point tersebutlah Muamad mempertanyakan komitmen perusahaan tersebut. Sebab belakangan ini pihak pertama yakni PT Jui Shin telah menerima kembali batu kapur yang digali dari Desa Tamansari. Terlepas apakah perusahaan tersebut meminta pada pengusaha yang ada di Desa Tamansari, atau pengusaha yang ada di desa Tamansari menjual pada pihak perusahaan, menurutnya semuanya tetap menyalahi perjanjian.
Terlebih jika pihak pertama langsung melakukan galian, maka bukan hanya melanggar perjanjian yang ditandatangan oleh perusahaan itu sendiri akan tetapi melanggar dan melawan moratorium atau edaran nomor 08.E/30/DJB/2012 tentang penghentian sementara penerbitan Izin Usaha Pertambangan (IUP) baru sampai ditetapkannya wilayah pertambangan, yang di keluarkan oleh Kementrian Energi dan sumber daya mineral Direktorat Jendral Mineral Dan Batu Bara.
Dalam edaran tersebutpun pada alinea ke 4 atau terakhir tertulis, mengingat belum adanya rekomendasi dari DPR-RI sebagai pelaksanaan pasal 9 ayat (2) UU No. 4 tahun 2009 tersebut diatas maka pemerintah belum dapat menetapkan WP dan WIUP pun belum dapat ditetapkan. Sehubungan dengan itu kami harap agar Gubernur dan Bupati/Walikota di seluruh Indonesia menghentikan sementara penerbitan IUP baru sampai di tetapkannya WP.
Dari kenyataan yang ironis tersebutlah Muhamad selaku Warga mengharapkan pemerintah Karawang dapat menerapkan aturan tersebut atau melakukan pengawasan secara serius. Sebab jika saja pemerintahnya kalah oleh pihak perusahaan bagaimana nasib masyarakat yang nota bene banyak yang tidak paham tentang aturan yang dibuat oleh pemerintah itu sendiri. Bahkan untuk menertibkan galian pemerintah mestinya menyetop secara total aktivitas pertambangan. Muhamad menjelaskan saat ini galian yang ada sudah menggunakan alat berat, yang berarti sudah tidak layak disebut pertambangan rakyat. (ark).
Komentar
Posting Komentar